Petani mempersiapkan pupuk urea bersubsidi untuk pemupukan tanaman di Desa Porame, Sigi, Sulawesi Tengah, Rabu (20/11/2024). . ANTARA FOTO/Basri Marzuki/tom.
Sektor pertanian, termasuk pangan di dalamnya, merupakan pilar fundamental untuk menciptakan resiliensi ekonomi sekaligus menjadi landasan mengejar target tinggi perekonomian.
Berkelindan di tengah tantangan perubahan iklim dan krisis pangan global, sektor pertanian menjadi kunci untuk menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pendapatan petani, dan mendorong pembangunan wilayah yang merupakan penggerak inklusivitas.
Indonesia pernah menikmati kontribusi signifikan dari sektor pertanian ketika berjaya mencapai swasembada pangan pada 1984. Menurut data Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas yang dipaparkan dalam Seminar Proyeksi Ekonomi dari lembaga kajian Indef pada 21 November 2024, saat itu lebih dari seperlima perekonomian Indonesia mampu ditopang oleh sektor pertanian yakni hingga 22,7 persen.
Sayangnya, kontribusi itu jauh menurun pada 2010 yang menyusut menjadi 13,6 persen, dan 2023 yang semakin terpangkas menjadi 12,5 persen.
Padahal di banyak negara berkembang, sektor pertanian penting untuk menggerakkan roda ekonomi karena menjamin ketersediaan makanan, menjangkar stabilitas ekonomi, dan mengurangi kemiskinan. Menurut data Organisasi PBB untuk Pangan dan Pertanian (FAO), sektor pangan berbasis pertanian menyerap lebih dari 30 persen tenaga kerja global.
Dalam rantai pasok ekonomi di Indonesia, pengolahan, distribusi, dan pemasaran produk pangan terbukti menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Per Februari 2024, tenaga kerja sektor pertanian mencapai 40,72 juta dari total tenaga kerja Indonesia saat ini sebanyak 142,18 juta orang.
Karena itu, Presiden RI Prabowo Subianto menetapkan salah satu fokus pembangunannya pada swasembada pangan. Dalam konteks ekonomi makro, swasembada pangan diharapkan berkontribusi signifikan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Sebagai negara agraris dan salah satu negara dengan populasi terpadat di dunia, Prabowo juga menekankan bahwa kemampuan ketersediaan dan kesiapan pangan ataupun kedaulatan pangan berkelanjutan penting untuk menghadapi tantangan ekonomi global.
Pada 2025, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk swasembada pangan sebesar Rp139,4 triliun. Instrumen fiskal yang dilipatgandakan itu hasil penyesuaian beberapa anggaran infrastruktur agar fokus pada pencapaian swasembada pangan dan energi.
Total anggaran swasembada pangan akan dibagi kepada beberapa kementerian dan lembaga terkait seperti Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Gizi Nasional, BUMN Pangan dan lainnya.
Anggaran penyediaan pupuk dialokasikan sebesar Rp44 triliun yang diserahkan kepada BUMN Pangan, kemudian dana desa untuk ketahanan pangan sebesar Rp16,25 triliun, dana untuk cetak sawah Rp15 triliun, dan untuk program Badan Gizi Nasional Rp71 triliun.
Anggaran jumbo itu, di antaranya, akan digunakan untuk intensifikasi dan ekstensifikasi lahan pertanian seperti penambahan luas tanam hingga 483.563 hektare, penambahan luas tanam melalui optimasi lahan seluas 351.017 hektare pada 2024 dan 500.000 hektare pada 2025 serta pompanisasi seluas 1.000.000 hektare. Kemudian terdapat juga dukungan sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk, pestisida, ameliorant, alat dan mesin pertanian, petani dan penggarap sawah, teknologi IPHA. https://happyblog.id