Perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara, PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex akan mengajukan kasasi usai mendapat putusan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang.
Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), manajemen juga menegaskan, saat ini SRIL masih melakukan upaya kasasi terhadap putusan pembatalan homologasi dan perseroan masih melakukan aktivitas operasionalnya secara normal untuk dapat tetap melakukan pemenuhan terhadap kewajibannya.
Dalam upaya hukum kasasi tersebut, Sritex menunjuk kuasa hukum atau advokat dari kantor hukum Aji Wijaya & Co untuk emmuluskan rencananya.
“Saat ini Perseroan bersama-sama dengan PT Sinar Panta Djaja, PT Primayudha Mandirijaya, dan PT Bitratex Industries (“Grup Sritex”) telah menunjuk kuasa hukum atau advokat dari kantor hukum Aji Wijaya & Co., yang akan mendampingi serta mewakili Grup Sritex dalam melakukan upaya hukum kasasi terhadap Putusan Pembatalan Homologasi (Upaya Kasasi),” tulis manajemen, Senin (28/10).
Manajemen membenarkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang No. 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada tanggal 21 Oktober 2024.
“Perseroan dengan ini hendak mengklarifikasi kepada Bursa Efek Indonesia bahwa berita yang saat ini beredar sehubungan dengan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang No. 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg pada tanggal 21 Oktober 2024 (“Putusan Pembatalan Homologasi”) adalah benar,” tulis manajemen.
Adapun penggugat SRIL yaitu, PT Indo Bharat Rayon (IBR) yang merupakan salah satu kreditor utang SRIL. IBR menyatakan bahwa perseroan dan entitas anak telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi tanggal 52 Januari 2022.
Menjawab pertanyaan BEI, seluruh kreditor termasuk sebagai utang dagang tercantum dalam utang usaha dengan pihak
ketiga. Perseroan masih memiliki nilai utang tersisa sebesar Rp101.308.838.984 kepada IBR, yang mana berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasian per tanggal 30 Juni 2024, mencerminkan 0,38% dari total liabilitas Perseroan.
Namun, IBR merasa tidak menerima pembayaran kewajiban Grup Sritex berdasarkan Putusan Homologasi sejak bulan Juli 2023, yakni pembayaran secara cicilan bulanan sejumlah US$ 17.000 dan/atau akan dilunaskan secara penuh pada tanggal jatuh tempo.
“Grup Sritex memandang bahwa ketentuan tersbut tidak bersifat kumulatif dan pada faktanya Grup Sritex telah melakukan sejumlah pembayaran yang lebih dari pada ketentuan minimum yang ditentukan Putusan Homologasi,” tegasnya.
Sementara, dampak putusan pailit terhadap proses PKPU Perseroan, meskipun upaya kasasi telah dilakukan oleh Grup Sritex, perseroan masih tetap melaksanakan kegiatan usahanya.
“Perseroan akan terus beroperasi secara normal dan terus berupaya untuk meningkatkan produksi dengan melakukan pengikatan kerja sama dengan beberapa negara dan pihak-pihak lainnya untuk dapat meningkatkan pendapatan dan omzet Perseroan untuk dapat tetap memenuhi kewajibannya berdasarkan Putusan Homologasi,” tegasnya.
Perseroan akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk dapat memenuhi kewajibannya berdasarkan putusan homologasi dan tetap menjadi perusahaan percatat di Bursa Efek Indonesia.
Sebagai informasi, Sritex memiliki rincian utang usaha emiten yang sudah berdiri selama lebih dari 50 tahun tersebut yang dimaksud adalah per 31 Maret 2024 senilai US$ 31,67 juta, naik US$ 8,7 juta dibandingkan dengan posisi Desember 2023. Kemudian utang yang jatuh tempo dalam 30 hari naik US$ 630.000. Lalu 31-90 hari naik US$ 1,2 juta dan 91-180 hari naik US$ 468.000.
Selain itu, SRIL juga telah melakukan restrukturisasi surat utang jangka pendek (MTN) yang awalnya jatuh tempo 18 Mei 2021 menjadi 29 Agustus 2027.
“Dikarenakan masalah kas, perusahaan mengajukan relaksasi terhadap pembayaran pokok dan bunga MTN,” tulis manajemen SRIL.