Rupiah terpuruk di hadapan dolar AS, sejalan dengan rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 yang melambat.
Melansir data Refinitiv, rupiah ditutup melemah sebesar 0,60% ke level Rp15.825/US$ pada akhir perdagangan Rabu (06/11/2024). Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.860 hingga Rp15.765/US$.
Sementara itu, indeks Dolar AS (DXY) tercatat menguat 1,56% pada pukul 15.00 WIB, mencapai 105,03, naik dari posisi penutupan sehari sebelumnya yang berada di 103,42.
Salah satu faktor yang menekan rupiah adalah data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2024 yang di bawah ekspektasi pasar.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), PDB Indonesia hanya tumbuh 4,95% secara tahunan (year on year/yoy) dan 1,5% secara kuartalan.
Hasil ini menunjukkan laju ekonomi yang lebih lambat dari perkiraan dan memicu pesimisme pasar mengenai kondisi ekonomi nasional.
Dari sisi eksternal, aktivitas sektor jasa di AS yang mengalami peningkatan turut menambah tekanan bagi rupiah.
Data yang dirilis oleh Institute for Supply Management (ISM) menunjukkan bahwa indeks manajer pembelian (PMI) non-manufaktur AS naik ke level 56 pada Oktober, tertinggi sejak Agustus 2022, melebihi ekspektasi yang berada di angka 53,8.
Peningkatan ini mengindikasikan pemulihan ekonomi AS yang kuat, membuat dolar AS lebih menarik di mata investor.
Ralph Birger, Ekonom Bank Mega menambahkan bahwa pandangan pasar juga tertuju pada kebijakan suku bunga AS yang akan diumumkan pekan ini.
Terlepas dari hasil pemilu, pasar memperkirakan bahwa Bank Sentral AS akan melanjutkan kebijakan suku bunga yang lebih normal, sehingga ada peluang bagi pelemahan dolar AS dalam beberapa waktu mendatang, yang diharapkan dapat mendukung penguatan rupiah.
Penutupan hari ini mencerminkan sikap hati-hati pelaku pasar yang masih menantikan arah kebijakan global yang lebih pasti, yang dapat menentukan pergerakan pasar keuangan di Indonesia.