Sempat Heboh, Badan Karantina Jelaskan Pengujian Anggur Shine Muscat

Bapanas rapid test anggur Shine Muscat. (Bapanas)

Badan Karantina Indonesia (Barantin) angkat bicara terkait kasus anggur Shine Muscat yang sempat ramai belakangan. Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Barantin Hudiansyah Is Nursal mengaku pihaknya terus melakukan pengecekan atas setiap anggur Shine Muscat impor yang masuk Indonesia.

Seperti diketahui, anggur Shine Muscat sempat jadi sorotan. Menyusul terungkapnya hasil temuan otoritas karantina Thailand terhadap anggur Shine Muscat asal China yang menunjukkan adanya residu kandungan kimia berbahaya. 

“Untuk komoditas anggur sendiri sebelum kejadian itu sudah 772 kali. Dan sampai saat ini, setiap memasukkan masih akan kita lakukan uji laboratorisnya. Nah, memang ada paparan. Pasti semuanya ada paparan, tapi masih di bawah ambang batas yang diperbolehkan,” kata Ian dalam Bincang Asik Media dan karantina di kantor BBKHIT Jakarta, Selasa (19/11/2024).

Ia menyebut Barantin secara cepat beberapa waktu lalu langsung memberikan keterangan ketika DPR masih meributkannya serta menyebut ini anggur dalam kondisi boleh dikonsumsi oleh masyarakat. Karena secara aspek kesehatannya pada saat lalu lintas ini juga tidak ada masalah.

“Anggur Muscat ya, kalau di karantinanya lolos, tapi tiba-tiba di pasaran, tiba-tiba ada, kan gitu. Memang kalau ini agak beda, kalau anggur Muscat itu kan, ini bukan cuma karantina nih yang melakukan monitoring terhadap keamanannya, tapi kita kan fokusnya adalah pada saat dia masuk, dia sudah clear-and-clear,” ujarnya.

Sementara itu saat anggur ini sudah di luar, Barantin berfungsi sebagai pengawasan dan monitoring. Tapi jika diketemukan, maka ada sistem ketertelusuran.

“Apakah karena pada saat masuk kita yang lalai gitu ya? Atau karena pada saat di luar, dia ternyata tercemar oleh tangan-tangan lain selain kita?” sebut Ian.

Ia pun menunjukkan, saat proses karantina melalui serangkaian tes, termasuk pengambil sampel bukan cuma 1-2 sampel, tapi cukup banyak untuk dimasukkan ke laboratorium.

“Jadi memang nanti dia berlapis, pada saat dia ada misalnya cemaran, atau misalnya ada kurang baik pada saat di lapangan, kita lihat apakah karena karantina, atau memang pada saat diperjalanan setelah karantina. Nah inilah makanya sistem yang kita bangun, kita sebut traceability, ketertelusuran. Jadi nanti dari tempat sana sampai konsumsi, di mana dia nanti ternyata tercemarnya. Nah itu nanti biasanya akan kita lihat lagi sistemnya,” terang Ian.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*