Posisi China di mata dunia makin tertekan. Langkah Amerika Serikat (AS) yang mengeluarkan sanksi bertubi-tubi ke China mulai diikuti negara-negara sekutu.
Bukan cuma soal pemblokiran akses ke teknologi chip canggih dan pemblokiran layanan China, tetapi juga ‘mengusir’ bisnis negara tersebut yang beroperasi di AS dan sekutu.
Sebelumnya, pemerintah AS telah mengeluarkan kebijakan yang memaksa raksasa teknologi China, ByteDance, untuk melakukan divestasi terhadap TikTok di AS.
Kasus ini masih terus bergulir. TikTok dan Departemen Kehakiman AS (DOJ) meminta keputusan pada 6 Desember 2024 untuk mencari peninjauan dari Mahkamah Agung jika diperlukan.
Kini, Inggris juga melakukan hal serupa. Pemerintah setempat memerintahkan perusahaan perancang chip Future Technology Devices International Holding Ltd (FTDIHL) yang terdaftar di China untuk melakukan divestasi terhadap Future Technology Devices International Limited (FTDI) yang berbasis di Skotlandia.
“Aturan ini akan berdampak pada permintaan kepada FTDIHL untuk menjual 80,2% kepemilikan terhadap FTDI dalam periode yang diperinci, mengikuti proses yang akan diperinci,” tertera dalam pernyataan pemerintah, dikutip dari Reuters, Kamis (7/11/2024).
Pemerintah mengatakan keputusan itu didasari kekhawatiran bahwa teknologi semikonduktor yang dikembangkan Inggris dan kekayaan intelektualnya bisa digunakan untuk hal yang mengancam keamanan nasional.
Alasan ‘ancaman keamanan nasional’ persis dengan apa yang selama ini digaungkan AS setiap kali merilis kebijakan sanksi dagang ke China. Mulai dari pemblokiran Huawei, pembatasan ekspor chip dan alat pembuat chip, hingga permintaan melakukan divestasi TikTok atau diancam blokir secara nasional.