
Kementerian Investasi dan Hilirisasi atau Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) membeberkan bahwa Indonesia memiliki potensi penyimpanan karbon hingga mencapai 577 giga ton.
Deputi Bidang Promosi dan Penanaman Modal Kementerian Investasi dan Hilirisasi/BKPM, Nurul Ichwan menyebutkan bahwa sebanyak 30% dari potensi tersebut akan ditawarkan pada pihak asing.
Sedangkan, sebanyak 70% lainnya akan ditawarkan pada investor yang berinvestasi dan melakukan operasinya di dalam negeri. “Tadi kapasitas kita yang 30% itu kita buka untuk asing, 70% untuk investor-investor yang melakukan kegiatannya di Indonesia,” katanya dia dalam acara Kick Off Meeting World Expo 2025 Osaka, di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Dia menilai, kapasitas jumbo penyimpanan karbon yang ada di Indonesia bahkan bisa menjadi daya tarik bagi calon investor ke Indonesia. Hal itu lantaran, penyimpanan karbon melalui teknologi Carbon Capture Storage (CCS)/Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) bisa menyeimbangkan emisi karbon yang dihasilkan dari energi fosil.
“Dan juga untuk mereka masuk di sektor yang lain dengan jaminan bahwa listrik kita akan ada carbon capture and storage,” katanya.
Dengan begitu, Nurul mengungkapkan secara tidak langsung listrik yang dihasilkan dari batu bara tersebut akan menjadi energi ‘bersih’.
“Dan kita sudah mengkonsultasikan dengan Uni Eropa dan mereka ternyata recognize kalau carbon capture and storage ini sebagai salah satu upaya untuk dekarbonisasi,” tandasnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi penyimpanan emisi karbon hingga 570 giga ton.
Detailnya, sebesar 577,62 gigaton CO2 tersebar di 20 lokasi dengan dua sumber yakni dari reservoir migas yang habis dan akuifer garam.
Berikut daftar potensi penyimpanan CO2 di dalam negeri berdasarkan catatan Ditjen Migas Kementerian ESDM:
1. North East Java: 100.83 Giga Ton
2. Tarakan: 91,92 Giga Ton
3. North Sumatera: 53,34 Giga Ton
4. Makassar Strait: 50,70 Giga Ton
5. Central Sumatera: 43,54 Giga Ton
6. Kutai: 43,00 Giga Ton
7. Banggai: 40,31 Giga Ton
8. South Sumatera: 39,69 Giga Ton
9. Kendeng: 30,64 Giga Ton
10. West Natuna: 13,15 Giga Ton
11. Barito: 12,05 Giga Ton
12. Seram: 11,58 Giga Ton
13. Pasir: 10,36 Giga Ton
14. Salawati: 8,75 Giga Ton
15. West Java: 7,22 Giga Ton
16. Sunda Asri: 6,52 Giga Ton
17. Sengkang: 4,31 Giga Ton
18. Bintuni: 2,13 Giga Ton
19. North Serayu: 1,55 Giga Ton
20. Bawean: 1,16 Giga Ton