Nilai tukar rupiah terhadap berbagai mata uang di berbagai belahan dunia cukup bervariatif sepanjang 2024. Beberapa mengalami penguatan namun sebagian lainnya justru tampak rupiah tak berdaya.
Dilansir dari Refinitiv, sepanjang 2024 tampak rupiah ambruk di hadapan ringgit Malaysia dengan pelemahan 7,24%. Begitu pula di hadapan dolar Amerika Serikat (AS), rupee India, hingga yuan china yang masing-masing terkoreksi 4,51%, 1,63%, dan 1,58%.
Sementara di hadapan rubel Rusia, yen Jepang dan dolar Australia, terlihat bahwa rupiah sangat perkasa dengan penguatan masing-masing sebesar 17,81%, 5,34%, dan 5,04%.
Salah satu hal menarik yang terjadi di Malaysia hingga akhirnya mata uangnya menguat yakni penyempitan perbedaan suku bunga antara AS dan Malaysia, bahkan setelah antisipasi dan dimulainya siklus pelonggaran suku bunga bank sentral AS (The Fed).
Hal ini memicu lonjakan arus masuk utang portofolio asing ke Malaysia. Pengumuman rencana induk industri, proyek infrastruktur, serta pelaksanaan reformasi fiskal telah meningkatkan prospek pertumbuhan Malaysia dan memperkuat kepercayaan investor.
Perkembangan ini meningkatkan daya tarik aset Malaysia, menarik arus masuk portofolio asing yang lebih besar, dan mendorong kinerja unggul pasar ekuitas domestik Malaysia, memberikan dukungan kuat bagi penguatan ringgit.
Sementara rubel Rusia dan yen Jepang tercatat melemah terhadap dolar AS sehingga berdampak pula melemahnya kedua mata uang tersebut di hadapan rupiah.
Rubel Rusia tertekan dipicu oleh sanksi baru dari negara-negara Barat dan meningkatnya ketegangan geopolitik. Lebih lanjut, penurunan kembali terjadi setelah AS memperkenalkan sanksi terhadap Gazprombank, bank terbesar ketiga di Rusia, yang berperan penting dalam memproses pembayaran untuk ekspor gas alam Rusia yang tersisa ke Eropa.