
Indonesia, negeri dengan lebih dari 270 juta jiwa, tidak pernah sepi dari riak. Hampir setiap hari, ruang publik kita dipenuhi riuh politik, perdebatan di media sosial, hingga kontroversi kebijakan, terutama apa yang terjadi di hari-hari terakhir ini.
Kadang kita merasa lelah, seolah bangsa ini berjalan dari satu kegaduhan ke kegaduhan lain, tanpa henti.
Namun, riak yang terjadi sejatinya bukan hanya keributan tanpa makna. Ia adalah cermin yang memperlihatkan masalah mendasar yang belum selesai: ketidakadilan, korupsi, ketimpangan, hingga kurangnya ruang dialog. Jika mau jujur, riak adalah “alarm sosial” yang mengingatkan kita bahwa ada yang harus dibenahi.
Ada pendekatan yang menarik untuk membaca situasi saat ini, yaitu appreciative inquiry (AI). Pendekatan ini mengajarkan kita untuk tidak hanya melihat sisi negatif dari sebuah masalah, tetapi juga menggali kekuatan dan peluang di baliknya.
Melalui pendekatan AI, kita diajak untuk melihat sisi lain dari setiap riak. Alih-alih hanya menyoroti sisi gelapnya, AI mengajarkan kita untuk menggali kekuatan, menemukan peluang, dan mengubah riak menjadi energi positif bagi masa depan bangsa Indonesia yang lebih baik dan tangguh untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa Indonesia.
Sebagai cermin
Setiap riak pastinya lahir dari sebab. Ketika masyarakat gaduh soal korupsi, itu adalah cermin keresahan terhadap lemahnya integritas pemimpin. Saat publik gaduh soal ketidakadilan, itu adalah tanda bahwa ada suara yang belum didengar. Dan ketika kebijakan menimbulkan perdebatan, itu menandakan ruang demokrasi masih hidup.
Dengan kacamata apresiatif, riak dapat kita maknai sebagai alarm sosial. Ia bukan sekadar keributan tanpa makna, melainkan sinyal bahwa bangsa ini masih memiliki energi untuk peduli, bersuara, dan berjuang menyelesaikan pekerjaan rumah bersama.
Di tengah dinamika tersebut, ada nilai-nilai positif yang terus muncul di masyarakat Indonesia, yaitu tentang solidaritas sosial, keberanian bersuara dan ketangguhan bangsa.
Dalam banyak peristiwa, kita bisa melihat betapa kuatnya kepedulian rakyat terhadap kondisi bangsa ini. Riak-riak yang muncul itu juga menandakan bahwa masyarakat tidak diam, tetapi ingin memperjuangkan keadilan.
Kita juga menjadi saksi betapa tangguhnya bangsa ini, meski berulang kali diterpa konflik, selalu mampu bangkit dan melanjutkan langkahnya.
Inilah modal sosial yang sering kali terabaikan di balik riuh riak yang menimpa bangsa ini, terutama pada beberapa pekan terakhir ini.
Menenun harapan
Dari pengalaman menghadapi masalah tersebut, lahirlah harapan akan Indonesia yang lebih tenang, adil, dan bermartabat. Harapan tentang kepemimpinan yang bersih dan berintegritas, tentang masyarakat yang menghargai perbedaan sebagai kekuatan, dan tentang kebijakan publik yang lahir dari dialog, bukan dominasi.
Inilah saatnya memberi ruang bagi para pemimpin yang kredibel dan berkarakter untuk tampil di panggung strategis bangsa, baik di eksekutif, legislatif, yudikatif, maupun di institusi negara dan BUMN. Kita perlu melampaui praktik balas jasa, dan mulai menempatkan kapasitas serta integritas sebagai syarat utama kepemimpinan.
Kita juga perlu membangun masyarakat yang menjunjung tinggi keberagaman, mengutamakan persatuan, dan melihat nilai tambah dari keragaman budaya, agama, dan pandangan.