Pergerakan pasar di bursa asia bergerak bervariasi pada perdagangan pagi hari ini Senin (2/9/2024). Akan tetapi pergerakan bursa asia diperkirakan akan volatile menanti hasil PMI Manufaktur dari negeri tirai bambu.
Tiga indeks pasar Asia bergerak di jalur negatif pada awal perdagangan. Bursa Hong Kong, Australia dan China kompak bergerak melemah.
Fokus pasar asia hari ini datang dari negeri tirai bambu, yang akan merilis data PMI Manufaktur Caixin China periode Agustus, untuk memandang apakah industri manufaktur China sudah mulai membaik paska krisis properti.
Menurut analis dan ekonom Reuters pada hari Jumat, aktivitas pabrik di China kemungkinan menyusut selama empat bulan pada periode Agustus, yang memperkuat perlunya para pejabat untuk mengarahkan lebih banyak stimulus ke segmen rumah tangga dan lebih sedikit ke proyek pembangunan.
Indeks manajer pembelian (PMI) resmi diperkirakan sebesar 49,5, naik dari pembacaan bulan Juli sebesar 49,4, menurut perkiraan median dari 24 ekonom dalam jajak pendapat Reuters. Angka indeks 50 poin memisahkan pertumbuhan dari kontraksi dalam aktivitas.
Perekonomian senilai US$19 triliun memulai semester kedua tahun ini dengan buruk, dimana ekspor yang suram, harga, dan indikator pinjaman bank untuk bulan Juli yang menunjukkan permintaan yang melandai.
Pemulihan yang diharapkan sebagian besar analis setelah China mencabut pembatasan COVID yang ketat pada tahun 2022 sejauh ini belum tercapai oleh ekonomi terbesar kedua di dunia tersebut.
Bulan lalu, Beijing mengisyaratkan untuk tidak menggelontorkan dana ke proyek infrastruktur.
Ada beberapa tanda positif dimana penjualan ritel China yang melampaui perkiraan bulan lalu.
Namun, rincian lebih spesifik tentang bagaimana China berencana untuk menyegarkan kembali pasar konsumen yang beranggotakan 1,4 miliar orang masih belum jelas, dimana para pejabat sejauh ini hanya berjanji untuk “berfokus pada peningkatan konsumsi untuk memperluas permintaan domestik”.
Selain itu, kemerosotan tajam di sektor properti selama tiga tahun terakhir telah membebani pengeluaran konsumen.
Para analis menargetkan pertumbuhan ekonomi negeri tirai bambu tersebut berada di angka 5% di sepanjang tahun 2024.