Iran disebut mulai melakukan kegiatan sabotase dalam gelaran pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS). Hal ini diungkap FBI, Kantor Direktur Intelijen Nasional, serta Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur, Senin (19/8/2024).
Dalam keterangannya, ketiga lembaga Negeri Paman Sam itu menyebut Teheran merupakan dalang di balik peretasan kampanye calon presiden Donald Trump serta upaya peretasan kepada rival Trump, Kamala Harris. Iran disebut-sebut juga melakukan kegiatan pencurian dan pengungkapan data untuk mempengaruhi proses pemilu AS.
“Kami baru-baru ini melaporkan aktivitas yang dapat membahayakan kampanye mantan Presiden Trump oleh Iran. Komunitas intelijen yakin bahwa Iran telah melalui rekayasa sosial dan upaya lain berupaya mendapatkan akses ke individu yang memiliki akses langsung ke kampanye presiden dari kedua partai politik,” kata lembaga-lembaga tersebut dalam keterangan gabungan yang dikutip The Guardian.
Baik FBI, Kantor Direktur Intelijen Nasional, serta Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur, menyebut Iran merasa bahwa pilpres AS tahun ini merupakan agenda yang sangat penting bagi negaranya. Teheran dikatakan juga melibatkan operasi pengaruh yang menargetkan publik Amerika dan operasi siber yang menargetkan kampanye presiden.
“FBI telah menghubungi para korban peretasan dan akan terus menyelidiki dan mengumpulkan informasi untuk mengejar dan menghentikan pelaku ancaman yang bertanggung jawab,” tambah pernyataan itu.
“Kami tidak akan menoleransi upaya asing untuk mempengaruhi atau mengganggu pemilu kami, termasuk penargetan kampanye politik Amerika.”
Pengumuman itu muncul seminggu setelah beberapa organisasi berita, termasuk New York Times, Washington Post, dan Politico, melaporkan bahwa mereka telah menerima catatan internal kampanye, termasuk berkas tentang senator Ohio JD Vance, calon wakil presiden Trump.
Mantan presiden itu menyalahkan pemerintah Iran segera setelah kejadian itu, dengan mengatakan Microsoft memberi tahu kampanye tentang peretasan itu. Trump juga menegaskan bahwa “hanya informasi yang tersedia untuk umum” yang diambil.
Di sisi lain, kegiatan kampanye Kamala Harris telah mendapatkan peringatan dari FBI akibat adanya kegiatan peretas asing. Pejabat kampanye Harris mengatakan langkah-langkah keamanan sibernya telah berhasil menggagalkan upaya peretasan itu.
Hal ini mengingatkan kembali pada kejadian 2016 lau, saat kampanye Hillary Clinton diretas. Kegiatan ilegal itu menyebabkan terbongkarnya email internal, yang menjadi kontroversi besar dalam kampanye presiden. Petugas intelijen Rusia kemudian didakwa atas peretasan itu.