Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) buka suara mengenai potensi penerimaan negara yang hilang sebesar Rp 300 triliun dari sektor komoditas kelapa sawit. Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh membenarkan bahwa temuan yang sempat dipaparkan oleh orang dekat Presiden Terpilih Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo itu merupakan hasil audit dari lembaganya.
“Benar,” kata Yusuf Ateh dihubungi Kamis, (10/10/2024).
Ateh melanjutkan bahwa audit yang dilakukan BPKP masih berlanjut. Dia enggan membeberkan temuan sementara lembaganya itu.
“Tapi masih terus berproses, auditnya belum selesai,” kata dia.
Sebelumnya, Hashim selaku Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra mengatakan Prabowo akan mengejar ratusan pengemplang pajak yang membuat negara kehilangan potensi penerimaan hingga Rp 300 triliun.
Dia menyebut Prabowo telah memegang daftar 300 pengusaha yang belum membayar kewajiban pembayaran pajaknya. Dari data yang dikumpulkan, 300 pengusaha itu disebut-sebut bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit.
Menurut Hashim, data yang dipegang Prabowo diperoleh dari Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan serta Kepala BKPK Muhammad Yusuf Ateh. Data tersebut juga dikonfirmasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Juru bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) Jodi Mahardi menyebut data yang diungkapkan Hashim memang berasal dari audit BPKP. Dia mengatakan angka tersebut merupakan potensi penerimaan negara yang tak tergali dari sektor tata kelola perkebunan kelapa sawit.
Menurut dia, potensi penerimaan negara itu terdiri dari denda administrasi pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma, sawit dalam kawasan hutan dan lain sebagainya.
“Itu adalah potensi penerimaan negara yang bisa didapatkan dari perbaikan tata kelola sektor kelapa sawit, termasuk di dalamnya denda administrasi terkait dengan pelanggaran pemenuhan kewajiban plasma, sawit dalam kawasan hutan, ekstensifikasi dan intensifikasi pajak,” kata dia.
Jodi mengatakan pemerintah tengah berupaya memperbaiki tata kelola di sektor ini. Menurut dia, perbaikan tata kelola ini bisa meningkatkan penerimaan negara dan memastikan kepatuhan hukum.