Industri batik memiliki peran signifikan dalam perekonomian Indonesia. Kementerian Perindustrian mencatat nilai ekspor industri batik mencapai US$ 17,5 juta sepanjang 2023, sementara pada Semester I -2024 nilai ekspor batik mencapai US$ 9,45 juta.
Berkembang pesatnya industri tersebut tidak terlepas dari antusiasme masyarakat yang makin mencintai batik lokal hingga kemunculan berbagai brand lokal yang menghadirkan produk-produk inovatif dan berkualitas. Salah satu merek yang kini berhasil menarik perhatian publik dan berhasil melakukan ekspor adalah Dama Kara.
Founder & Owner Dama Kara Nurdini Prihastiti menjelaskan bahwa usaha itu didirikan pada 2020 di Bandung, Jawa Barat, di tengah pandemi Covid-19. Nurdini mendirikan Dama Kara karena ingin mengubah persepsi bahwa pakaian batik hanya dikenakan sebagai pakaian formal di momen-momen tertentu.
“Dari fenomena tersebut, Dama Kara menciptakan karya sandang batik dengan model yang timeless dan motif yang simpel namun sarat makna agar pakaian batik bisa digunakan di momen apa pun. Setelah beberapa bulan berjalan dan tren berbelanja online semakin meningkat, Dama Kara akhirnya mulai berjualan di marketplace yaitu Shopee. Produk-produk yang Dama Kara hadirkan pada saat itu yaitu pakaian ready to wear seperti one-set batik, outer batik, dan lain-lain,” kata dia dikutip Kamis (7/11/2024
Berdayakan Masyarakat Lokal dan Teman Difabel Melalui Produk Kreatif
Sesuai dengan cita-cita untuk menjadikan batik sebagai pakaian yang bisa digunakan aktivitas sehari-hari, Dama Kara menghadirkan koleksi batik yang versatile alias serbaguna.
Beberapa di antaranya seperti Suar Kebaya Encim Sleeveless, Suar Kebaya Encim Shorsleeve, sampai Natha Outer yang nyaman dan modis. Menariknya, mayoritas produk Dama Kara diproses dan diproduksi secara tradisional.
“Komitmen utama kami untuk mengangkat kain yang diproses secara tradisional melalui proses batik, ikat, jumput, bordir dan jahit jelujur dengan merangkul penjahit rumahan, dengan support alat, permodalan, hingga pembinaan, dan kini terus berkembang menjadi tiga sub-produksi dengan 20 penjahit. Setiap koleksi Dama Kara dibuat sepenuh hati dengan pemilihan kain yang nyaman untuk keseharian, model yang timeless hingga mengembangkan motif yang sarat makna,” ucap Nurdini.
Nurdini menjelaskan bahwa jumlah karyawan Dama Kara saat ini mencapai sekitar 60 orang mulai dari proses produksi sampai distribusi. Mayoritas karyawan pun merupakan masyarakat lokal yang di sekitar tempat produksi dan gudang Dama Kara.
Selain itu, sebagai komitmen untuk menebar kebermanfaatan, Nurdini mengatakan pihaknya juga memberi ruang bagi para penyandang disabilitas. Dama Kara mendukung kelas menggambar untuk para difabel bersama sejumlah yayasan di Bandung.
Hasil gambar dari kelas tersebut digunakan sebagai desain untuk produk non-batik Dama Kara seperti jaket. Motif yang dibuat tersebut digambar di atas media air menggunakan teknik bernama suminagashi atau paper marbling.
“Berangkat dari keyakinan bahwa berkarya tak mengenal keterbatasan, Dama Kara terus berkolaborasi dengan disabilitas yang kami namakan ‘teman istimewa’, karena kami percaya setiap insan diciptakan dengan keistimewaan. Kebetulan, artikel jaket yang diproduksi itu menjadi salah satu best seller items Dama Kara di Shopee,” kata dia.
“Dama Kara selalu menceritakan tentang semangat positif untuk terus mencintai diri dan berkarya dan terus berkolaborasi dengan teman istimewa dengan mengeksplorasi berbagai teknik baru karena berkarya tak mengenal keterbatasan,” jelas Nurdini.