Bahaya! Pabrik Komponen Mobil RI Terancam Bertumbangan

Foto: Presiden Joko Widodo meluncurkan mobil listrik pertama yang dirakit di Indonesia dalam kunjungan kerjanya ke pabrik PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia di Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat, pada Rabu, 16 Maret 2022. (Biro Pers Sekretariat Presiden)

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mewanti-wanti masifnya penjualan kendaraan listrik bakal berdampak pada industri turunan seperti suku cadang atau sparepart yang sudah ada pada saat ini. Seperti diketahui, banyak sparepart untuk kendaraan bensin atau internal combustion engine (ICE) yang tidak digunakan pada kendaraan listrik khususnya battery electric vehicle (BEV).

“Ini ada akibatnya orang ramai-ramai beli mobil listrik, ICE ditinggalkan. Kiita jaga gimana pabrik komponen yang ngga lagi dibutuhkan untuk mobil listrik. Saya sebut aja misalnya, radiator, sistem pendingin untuk mobil listrik ngga pakai itu. Knalpot, van belt, filter. Padahal pabrik komponen ini sudah ada 20-30 tahun yang lalu, tiba-tiba mobil ini ngga perlu disuplai mobil ICE, ngga perlu part itu lagi,” kata Ketua I Gaikindo Jongkie Sugiarto kepada CNBC Indonesia, Rabu (14/8/2024).

Jongkie mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mengeluarkan regulasi, utamanya dalam percepatan atau akselerasi peralihan ke mobil listrik. Perlu ada cara dalam mencari jalan keluar bagi industri turunan yang sudah memiliki ratusan ribu bahkan jutaan pekerja.

“Ini yang terjadi di Thailand. Makanya pelan-pelan tutup PHK dan pabrik mobilnya pelan-pelan mereka tutup, PHK dan juga pabrik mobilnya karena ICE tadi sudah turun. Ini harus dijaga, jangan sampai menular ke Indonesia,” kata Jongkie.

Seperti diketahui kebijakan di Thailand pun habis-habisan dalam mendukung kendaraan listrik. Misalnya insentif bagi BEV maupun hybrid. Beberapa waktu lalu Gaikindo sudah usulkan ke pemerintah, perlu dilihat mobil hybrid dalam bentuk insentif.

“Hybrid ini berjenjang. Kalau dari ICE ini jangan langsung loncat dulu ke BEV, tapi hybrid dulu aja. Karena hybrid pakai mesin konvensional dan baterai. Hybrid memenuhi 4 kriteria.Pertama kalau mesin jarang jalan penggunaan BBM hemat bisa signifikan sampai 40-50%. Kemudian polusi pasti rendah karena ICE ngga jalan. Ketiga, hybrid ngga perlu charging station, ngga perlu tunggu infrastrukturnyak. Keempat, di mana-mana produksi cost ngga semahal BEV,” sebut Jongkie.

Berbagai keuntungan itu membuat penjualan mobil hybrid lebih ngebut dibanding BEV. Sebagai gambaran, selama semester I 2024, penjualan mobil hybrid tembus 25.807 unit, ditambah 43 unit jenis plug-in hybrid. Sedangkan mobil listrik penjualannya sebanyak 11.983 unit.

“Jadi perlu dipertimbangkan, insentif ngga perlu sebesar BEV tapi paling ngga perlu diberi insentif juga, jadi transisi ICE ke hybrid. Di mana masih pakai knalpot, radiator, filter dan sebagainya, jadi pabrik komponen ngga terganggu karena masih dibutuhkan, baru nanti ke BEV. Tahapannya di mana-mana gitu, di dunia tahapan gitu. Ice-hybrid-plug in hybrid-BEV, kita jaga keseimbangan, jangan sampai mau loncat tapi malah jatuh,” sebut Jongkie.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*