Harga beras terpantau kembali naik. Bahkan, harga rata-rata bulanan nasional di tingkat Januari 2025 dilaporkan sudah di atas Januari 2024.
Di sisi lain, harga gabah petani justru mengalami penurunan.
Panel Harga Badan Pangan mencatat, hari ini Senin (13/1/2025), harga beras premium naik Rp40 ke Rp15.560 per kg. Sedangkan harga beras medium naik Rp20 ke Rp13.600 per kg. Harga tersebut adalah rata-rata harian nasional di tingkat pedagang eceran.
Sementara, harga di tingkat produsen mengalami penurunan. Harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani turun ke Rp6.480 per kg, harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan turun jadi Rp6.800 per kg dan di di gudang Bulog turun jadi Rp7.510 per kg.
Hanya harga beras di tingkat penggilingan yang mengalami kenaikan. Di mana, harga beras medium naik jadi Rp12.230 per kg dan beras premium naik ke Rp13.770 per kg.
Di saat bersamaan, Informasi Pangan Jakarta mencatat, harga beras IR I (IR 64) naik Rp376 ke Rp15.176 per kg, beras IR III (IR 64/ Medium) naik Rp73 ke Rp13.880 per kg, dan beras Setra I (Premium) naik Rp30 ke Rp16.333 per kg.
Artinya, kenaikan harga beras yang naik terjadi justru ketika harga gabah naik.
Hal ini pun mengundang pertanyaan dari Plt. Sekjen Kemendagri Tomsi Tohir. Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta, Senin (13/1/2025), Tomsi menyoroti kondisi harga beras yang naik ke atas harga eceran tertinggi (HET), padahal harga gabah naik.
“Harga gabah rata-rata turun, ada yang agak besar yaitu di Simalungun Rp5.200 (per kg). Harga gabahnya turun, harga berasnya naik. Ini yang perlu kita cermati. Kalau harga gabahnya di petani turun, tentunya harga berasnya juga turun. Nah, tetapi ini sebaliknya, harga berasnya naik,” katanya, dikutip dari tayangan rapat di kanal Youtube resmi milik Kemendagri.
“Kita pahami bersama bahwa harga eceran tertinggi cuntuk beras yaitu Rp13.033 per kg, rata-rata harga eceran tertinggi. Di lapangan terjadi kenaikan harga di mana harga beras medium itu Rp14.173 per kg, berarti tetap di atas HET,” tambahnya, mengutip data BPS.
Untuk itu, Tomsi meminta penjelasan Perum Bulog terkait kondisi harga beras dan gabah tersebut.
“Kita membuat harga eceran tertinggi sebagai patokan. Kalau masih barang tersebut di atas HET kita harus berupaya barang-barang tersebut tidak melebih HET. Ini memerlukan kerja keras kita bersama-sama,” katanya.
“Berkaitan dengan beras tadi, di banyak daerah harga gabahnya turun tapi berasnya naik. Kami persilahkan Bulog. Jangan hanya menjelaskan sudah operasi di sini-di sini. Yang kita fokuskan kenapa sampai terjadi seperti ini, itu yang kita butuhkan jawabannya,” tukas Tomsi.
Hanya saja, Kepala Divisi Hubungan Kelembagaan Bulog Epi Sulandari tidak menjelaskan pemicu kenaikan harga beras di saat harga gabah turun.
Epi pun memaparkan realisasi-realisasi pelaksanaan tugas oleh Bulog. Seperti penyaluran beras SPHP, penyerapan gabah petani, serta kerja sama dengan pemerintah daerah merespon kenaikan harga beras.
Tomsi lalu meminta Bulog untuk lebih fokus mengatasi lonjakan harga beras di daerah-daerah dengan harga tinggi, seperti Kabupaten Anambas yang mencapai Rp18.500 per kg dan Intan Jaya di Papua dengan harga hingga Rp54.000 per kg.
“Kami harap Bulog bisa mendorong program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) lebih besar di daerah-daerah tersebut agar harga beras bisa turun,” tegas Tomsi.
Ia menekankan pentingnya peran Bulog dalam menjaga stabilitas harga. “Di mana harga gabah jatuh, Bulog harus hadir untuk membantu petani. Di mana harga beras naik, Bulog harus hadir untuk menurunkan harga. Kita harus membela petani sekaligus menjaga kepentingan konsumen,” tambahnya.
“Kami mohon betul Bulog ini menjawab permasalahan,” tukas Tomsi.
Meski begitu, tidak terjawab apa sebenarnya penyebab kenaikan harga beras yang terjadi saat ini.