Nilai tukar mata uang garuda ditutup menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pasca pengumuman jumlah uang beredar Indonesia periode Oktober 2024 yang tumbuh lebih rendah dari bulan lalu.
Melansir data Refinitiv, pada penutupan akhir pekan Jumat (22/11/2024) rupiah melonjak hingga 0,31% berada di level Rp15.870/US$. Sepanjang hari, nilai tukar rupiah berfluktuasi di rentang Rp15.920/US$ hingga Rp15.870/US$.
Namun dalam sepekan ini, rupiah masih alami pelemahan sebesar 0,13% dari penutupan minggu sebelumnya yakni di level Rp15.850/US$.
Bersamaan dengan penguatan rupiah hari ini (22/11/2024) Indeks Dolar AS (DXY) ikut menguat tipis hingga 0,05% tepat pukul 15.00 di posisi 107.021.
Menguatnya rupiah di akhir pekan ini didorong oleh rilis jumlah uang beredar M2 Indonesia periode Oktober 2024 oleh Bank Indonesia (BI) yang tumbuh sebesar 6,7%(yoy) di level Rp9.078,6 triliun, lebih rendah dari bulan sebelumnya yakni 7,2% (yoy).
Menurut BI dalam siaran pers, Jumat (22/11/2024), “Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 7,1% (yoy) dan uang kuasi sebesar 4,2% (yoy).” Kinerja M2 pada Oktober 2024 ini dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit serta tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus).
Penyaluran kredit tumbuh sebesar 10,4% (yoy), tetap stabil dibandingkan bulan sebelumnya. Sebaliknya, tagihan bersih kepada Pempus menunjukkan kontraksi sebesar 0,1% (yoy), setelah sebelumnya mencatatkan pertumbuhan 12,3% (yoy).
Aktiva luar negeri bersih pun mencatat pertumbuhan 1,6% (yoy), berbalik dari kontraksi 0,3% (yoy) pada September 2024.
Di sisi lain, penguatan rupiah juga dipengaruhi oleh laporan surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal III 2024.
NPI mencatatkan surplus sebesar US$5,9 miliar, berbalik dari defisit US$0,6 miliar pada kuartal sebelumnya. Surplus ini didukung oleh peningkatan surplus neraca transaksi modal dan finansial, serta penurunan defisit neraca transaksi berjalan.
Akibatnya, posisi cadangan devisa meningkat dari US$140,2 miliar pada akhir Juni 2024 menjadi US$149,9 miliar pada akhir September 2024.
Cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, jauh di atas standar kecukupan internasional yang hanya sekitar 3 bulan impor.