Qualcomm sudah merilis tambalan untuk tiga kerentanan tersebut. Raksasa chip asal San Diego tersebut mengatakan kelemahan pada chip-nya kemungkinan digunakan hacker untuk penyerangan dengan target terbatas.
Namun, puluhan chip buatan Qualcomm terdampak oleh kerentanan ini. Dampaknya mengancam pengguna HP dengan prosesor Snapdragon 888 keluaran 2021, Snapdragon 8 Gen 2 keluaran 2022, dan Snapdragon 8 Gen 3 keluaran 2023.
Qualcomm mendeteksi ancaman tersebut dari Grup Analisis Ancaman Google yang fokus melawan hacker dengan bekingan pemerintah. Tim tersebut melaporkan dua dari tiga kerentanan pada chip Qualcomm pada Maret 2025.
Kendati demikian, tak perlu langsung panik. Pasalnya, eksploitasi kerentanan tersebut membutuhkan akses lokal ke perangkat. Artinya, penyerangan tidak bisa dilakukan secara remot atau jarak jauh.
Bisa diasumsikan bahwa perusahaan mata-mata atau lembaga penegakkan hukum memanfaatkan kerentanan tersebut untuk membuka HP Android sitaan, dikutip dari PCMag, Selasa (3/6/2025).
Dua kerentanan, CVE-2025-21479 dan CVE-2025-21480, melibatkan bug kerusakan memori yang disebabkan oleh eksekusi perintah tidak sah di mikronode GPU saat menjalankan rangkaian perintah tertentu, menurut penjelasan Qualcomm.
Sementara itu, satu kerentanan lainnya CVE-2025-27038, secara spesifik melibatkan bug kerusakan memori di browser Chrome. Bug ini memungkinkan penyerang untuk mengakses kembali lokasi memori, meski ruang memori sudah dikosongkan.
Namun, kerentanan ini hanya memengaruhi sekelompok kecil chip Qualcomm tingkat bawah (entry-level) dan menengah (mid-range), seperti Snapdragon 6 Gen 1, Snapdragon 4 Gen 2, dan Snapdragon 680.
Qualcomm merilis tambalan untuk kerentanan tersebut kepada vendor perangkat Android pada Mei 2025. Jadi, pengguna HP Android yang terkena dampak harus segera melakukan pembaruan keamanan (security update) dari penyedia perangkat Android masing-masing jika sudah tersedia!
Puluhan ribu orang rela mengantri demi ribuan lowongan pekerjaan di Job Fair Bekasi Pasti Kerja 2025 yang digelar Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat di president University Convention Center Jababeka, Cikarang pada Selasa (27/5/2025)
Mengutip CNN, Kapolres Metro Bekasi Kombes Mustofa menyebut pelamar yang datang ke bursa kerja tersebut diperkirakan tembus 25 ribu orang. Kepadatan yang terjadi membuat pelamar berdesak-desakan bahkan sampai ada yang pingsan.
“Dari informasi, memang ada beberapa orang yang pingsan. Tadi kalau penyampaian Pak Bupati, ada 25 ribu lebih (pelamar datang),” ujar Mustofa dikutip, Minggu (1/6/2025).
Sebanyak 25 ribu pelamar tersebut rela mengantre dan berdesak-desakan demi mendapatkan 2.000 lowongan pekerjaan. “Artinya ke depan kita harus membuka bursa lowongan pekerjaan berikutnya dengan kapasitas lebih dari 2.000 lowongan pekerjaan,” kata Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang seperti dikutip pada Minggu (1/6/2025).
Fenomena 25.000 Pelamar di Tengah Badai PHK, Sinyal Ekonomi Lesu?
Perhelatan bursa pekerjaan memang selalu ramai dan diminati, tapi kali ini disorot karena saat ini Indonesia dihantam badai PHK. Pabrik besar memutus kerja puluhan ribu orang karena lesunya industri akibat ekonomi penuh ketidakpastian.
Kondisi ekonomi global yang tidak stabil memberikan efek ke ekonomi nasional. Ekonomi Indonesia tumbuh 4,87% year-on-year (yoy) pada kuartal pertama 2025, melambat jika dibandingkan 2024 sebesar 5,03% yoy. Pertumbuhan saat ini juga berada di bawah target dan tren pertumbuhan selama satu dekade terakhir (diluar Covid-19) sebesar 5% yoy.
Parahnya lagi perlambatan ekonomi Indonesia terjadi saat ada momentum Ramadhan, di mana dibagikan Tunjangan Hari Raya (THR) sebagai modal masyarakat merayakan Lebaran bersama keluarga.
Bulan Ramadhan bisa dikatakan sebagai momentum dalam menggerakkan ekonomi nasional. Adanya THR dapat merangsang belanja masyarakat yang berujung kepada meningkatnya konsumsi rumah tangga, penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto yang menjadi alat pengukur pertumbuhan ekonomi.
Sayangnya, THR gagal menjadi ramuan perangsang pertumbuhan ekonomi kali ini. Jika ada momentum Ramadhan saja ekonomi tumbuh di bawah 5%, bagaimana kuartal lain?
Antara pengangguran dan ekonomi punya kaitan erat bagi Indonesia. 50% lebih PDB digerakkan oleh konsumsi rumah tangga,
Jika masyarakatnya tidak ada pekerjaan, maka tidak punya uang. Jika tidak punya uang, lantas mau konsumsi apa?
Pengangguran inilah yang menjadi tantangan berat pemerintah saat ini. Terutama dalam mencapai pertumbuhan ekonomi 8% di tengah gonjang-ganjing ekonomi dunia.
Maju Kena Mundur Kena: Rakyat Nganggur Jadi Miskin atau Kerja Tapi ‘Diperas’
Direktur Kebijakan Publik CELIOS Media Wahyudi Askar mengatakan dengan kondisi ekonomi yang lesu dan banyak pengangguran, target pertumbuhan ekonomi 8% akan sulit dicapai.
“Jadi pertumbuhan ekonomi 8% itu juga mungkin akan sulit dicapai. Tapi satu lagi, kita mungkin saja punya pertumbuhan ekonomi 5%, tapi kita memiliki kualitas ekonomi yang buruk. Itu sangat mungkin terjadi,” ucap Media.
Media menjelaskan jika ekonomi tumbuh 5%, akan ada risiko muncul pekerjaan yang tidak layak.
“Pekerjaannya itu tidak layak, dibayar murah, tidak punya jaminan ketenagakerjaan, tidak punya perlindungan sosial, bekerja siang dan malam, bahkan tadi Ojek Online, saudara kita yang di jalan ride hailing itu bahkan harus bekerja sampai per hari itu sekitar berapa jam? Setelah seminggu tadi 54 jam kalau tidak salah,” ucapnya.
Lebih lanjut, peneliti CELIOS Bara Muhammad Setiadi pun memaparkan masih banyak sektor yang pekerjanya tidak dibayar layak atau sesuai dengan upah minimum.
“Pertanian dan kehutanan ini 88%, jasa lainnya ini 85%, dan penyediaan akomodasi sekitar 81% pegawai di sektor ini dibayar di bawah UMR. Untuk jumlah eksaknya, tadi mohon maaf, tadi ada provinsi angka total jumlah orang yang bekerja di bawah UMR, gaji dan upahnya di bawah UMR itu sekitar 109 juta orang, totalnya 109 juta bukan 61, tapi 109 juta, dan 25 juta di antaranya itu bekerja lebih dari 48 jam, ini ada angkanya,” ungkap Bara.
Lowongan Lebih Banyak dari Pelamar tapi Banyak Pengangguran, Ada Apa?
Akan tetapi, sebenarnya ada badai yang lebih besar, yakni jumlah lowongan saat ini lebih banyak ketimbang jumlah pelamar. Mungkin anda bertanya-tanya kenapa fenomena ini buruk. Bukankah bagus jika lowongannya lebih banyak dibandingkan pelamar.
Bara Muhammad mengatakan bahwa tebalnya barier atau hambatan yang membuat para pelamar sulit diterima untuk bekerja.
“Ada diskriminasi persyaratan bagi pelamar kerja, upaya kerja dan kondisi kerja tidak layak juga. Ada juga kemungkinan bahwa terjadi mismatch antara latar belakang pendidikan dan pekerjaan,” ucap Bara.
Artinya penyerapan tenaga kerja tidak optimal dan akan semakin menumpuk pengangguran dan akan menghambat semua sisi dalam circular flow.
Produsen tidak mendapatkan sumber daya manusianya. Kemudian manusia tidak menghasilkan pendapatan. Sehingga konsumsi rumah tangga pun surut.
Jika terus berlarut, dampak nyata yang akan terjadi adalah tingkat kemiskinan yang semakin tinggi.
Terlepas dari polemik perbedaan jumlah orang miskin di Indonesia karena perbedaan metodologi, kemiskinan adalah ujung dari semua fenomena pekerja saat ini.
Ketika badai PHK terus berlanjut, kapasitas sumber daya manusia tidak meningkat, dan penyerapan tenaga kerja seret, ekonomi Indonesia bukan tidak mungkin akan jalan di tempat atau mungkin semakin mundur.
Banyak orang bertanya-tanya, sebagai orang nomor satu di Indonesia, seberapa besar kekayaan para sosok yang sedang atau pernah memimpin Indonesia.
CNBC Indonesia mencoba merangkum daftar harta seluruh presiden di Indonesia, berikut ulasannya:
Belum diketahui secara pasti seberapa besar harta kekayaan Soekarno yang notabene merupakan Presiden pertama Indonesia dan dijuluki ‘Bapak Proklamator’. Bila merujuk laporan sebuah koran Austria Kronen Zeitung edisi 17 dan 19 Desember 2012, disebutkan bahwa Soekarno memiliki nilai kekayaan yang tercatat sebesar US$180 miliar. Harta kekayaan ini tersimpan di sebuah bunker di Union Bank of Switzerland (UBS).
Sebagai catatan, koran Kronen Zeitung yang jadi rujukan ini termasuk salah satu koran tertua di Austria yang terbit sejak 2 Januari 1900.
Laporan dari The United States Treasury telah mendeteksi adanya perpindahan uang mencapai US$9 miliar ke sebuah bank di Austria pada tahun 1998, atau setelah Soeharto lengser. Uang tersebut diketahui merupakan milik Presiden kedua Indonesia tersebut.
Namun demikian, nilai US$9 miliar tadi diklaim hanya sebagian dari harta yang dimiliki Soeharto selama masa jabatannya sebagai Presiden pada masa Orde Baru dari 1966 hingga 1998.
Sementara itu, lembaga keuangan internasional, Time Warner Inc menyebut, harta Soeharto mencapai kisaran US$15 miliar. Angka ini sudah termasuk US$9 miliar yang ditransfer dari bank di Swiss ke bank di Austria.
Akan tetapi hingga saat ini belum ada informasi resmi yang menyebutkan jumlah harta kekayaan Presiden Soeharto.
Secara resmi, belum diketahui juga besaran harta kekayaan yang dimiliki BJ Habibie yang menjadi Presiden Indonesia pertama di masa reformasi. Namun, Asia Far Eastern Economic Review, media bisnis berbahasa Inggris terbesar di Asia dan bermarkas di Hong Kong, pernah melaporkan bahwa harta BJ Habibie mencapai kisaran US$60 juta.
Harta BJ Habibie didapat dari hak kekayaan intelektual atas sejumlah penemuan di bidang teknologi dan sejumlah bisnis di bidang teknologi.
Sementara melansir Globe Asia, dua anak BJ Habibie yakni Ilham Habibie dan Thareq Habibie Ilthabi Rekatama tercatat memiliki kekayaan US$ 250 juta yang bersumber dari sejumlah perusahaan teknologi milik keluarga Habibie.
4. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur memiliki harta kekayaan sebesar Rp3,49 miliar. Angka ini merujuk dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2001.
Kekayaan yang diperoleh Gus Dur berasal dari tanah dan bangunan miliknya, transportasi, logam mulia, surat berharga, serta giro dan kas.
Megawati disebut-sebut memiliki harta mencapai Rp96,16 miliar berdasarkan LHKPN pada tahun 2014 silam.
Anak dari Soekarno ini mempunyai harta berupa tanah dan bangunan senilai Rp36 miliar, transportasi senilai Rp1 miliar, surat berharga senilai Rp33 miliar, serta giro dan kas senilai Rp1 miliar.
“Saya pikir Anda bisa melihatnya dengan populasi Gen Z tertentu – mereka bosan dengan layar (smartphone),” kata salah satu influencer ‘dumb phone’ Jose Briones, dikutip dari CNBC International, Minggu (1/6/2025).
Menurutnya, para Gen Z mulai melirik menggunakan ponsel jadul atau feature phone. Tren ini mulai terlihat di Amerika Serikat (AS) beberapa tahun lalu.
HMD Global menjadi salah satu perusahaan yang ketiban durian runtuh. Perusahaan diketahui memiliki merek ponsel sejuta umat Nokia yang banyak menjual ponsel awal tahun 2000-an lalu.
Penjualan feature phone di AS sendiri telah melonjak mencapai puluhan ribu perbulannya pada 2022. Hal ini terjadi saat penjualan global juga mengalami penutunan.
Sementara itu, pasar feature phone didominasi masyarakat di Timur Tengah, Afrika dan India. Counterpoint Research melaporkan pasar negara tersebut mencapai 80% di tahun lalu.
Di sisi lain, pasar smartphone Indonesia tercatat tidak begitu baik. Daya beli masyarakat diketahui mengalami penurunan sejak beberapa tahun lalu.
IDC dalam laporan Worldwide Quaterly Mobile Phone Tracker menyebutkan pasar smartphone Indonesia menurun 14,3% pada 2023. Jumlah unit yang dikirimkan hanya 35 juta unit saja.
HP mahal tidak laku
Namun keadaan mulai membaik tahun lalu. Secara keseluruhan pasar smartphone di Indonesia mengalami pertumbuhan positif 15,5 persen secara tahun ke tahun (year-on-year/YoY) menjadi hampir 40 juta unit sepanjang 2024.
Menurut laporan IDC bertajuk Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker, para vendor mampu tumbuh dengan kuat paruh pertama tahun 2024 setelah beberapa kuartal mengalami penurunan pada tahun-tahun sebelumnya.
Pada Q4 2024, pasar HP Indonesia tumbuh 9,6 persen dari tahun ke tahun dan agak stagnan pada -0,2 persen kuartal ke kuartal (QoQ).
Pada 2024, pertumbuhan terutama didorong oleh segmen ultra low-end (di bawah harga Rp 1,6 juta) yang dipimpin oleh Transsion. Segmen kelas menengah (antara Rp 3,2- Rp9,8 juta) mengalami pertumbuhan yang kuat sebesar 24,9 persen YoY, dengan Oppo memimpin segmen tersebut.
Di sisi lain, smartphone dengan harga yang lebih tinggi di harga Rp 10 juta ke atas, turun secara signifikan sebesar 9,2 persen. Sebagian besar disebabkan oleh pelarangan penjualan iPhone 16 pada Q4 2024.
Pangsa 5G meningkat secara signifikan menjadi 25,8 persen pada 2024, dari 17,1 persen pada tahun sebelumnya. Peningkatan ini terutama didorong oleh peluncuran model baru dan penawaran 5G yang semakin terjangkau.
Banyak dari pencari kerja yang ditemui CNA di bursa kerja atau job fair Lishuiqiao, Beijing, menyatakan mereka sulit mencari kerja sesuai bidang studinya selama masa di kampus.
“Saya melihat peluangnya cukup suram, pasar tenaga kerja sepi, akhirnya saya mengurungkan niat mengejar posisi tertentu,” kata Hu Die, pencari kerja berusia 22 tahun yang merupakan sarjana desain dari Harbin University of Science and Technology kepada CNA, dikutip Minggu (1/6/2025).
Li Mengqi, sarjana teknik kimia dari Institut Teknologi Shanghai yang telah berusia 26 tahun, sudah delapan bulan menganggur setelah lulus kuliah. Gara-garanya sama, ia tak menemukan pekerjaan yang sesuai dengan jurusannya saat menempuh pendidikan di universitas.
Chen Yuyan, 26 tahun, lulusan Guangdong Food and Drug Vocational College pada 2022, bahkan akhirnya harus bekerja sebagai petugas sortir paket di sebuah cabang agen kurir.
Ia mengatakan, meskipun telah mendapatkan pendidikan vokasi, baginya sulit untuk memperoleh pekerjaan dengan standar gaji yang mencukupi. Sebab, banyak lowongan kerja yang mencantumkan syarat-syarat menyulitkan.
“Banyak perusahaan mencari kandidat yang sudah berpengalaman-orang-orang yang bisa langsung bekerja. Sebagai lulusan baru, kami tidak punya cukup pengalaman. Mereka sering mengatakan tidak memiliki sumber daya untuk melatih karyawan baru, dan gaji yang ditawarkan sangat rendah,” ucap Chen.
Krisis Pasar Tenaga Kerja di China
Pendiri Young China Group, lembaga think tank atau pemikir yang berbasis di Shanghai, Zak Dychtwald mengatakan, apa yang terjadi dengan Li, Hu, dan Chen merupakan gambaran krisis pasar kerja di China bagi para pemudanya, yang berharap bisa berkarir sesuai bidang keahliannya.
“Salah satu masalah terbesar saat ini adalah ketimpangan antara kerja keras yang mereka lakukan saat kuliah dan pekerjaan yang menanti ketika lulus,” kata Zak Dychtwald.
Asisten profesor Sosiologi di University of Michigan, Zhou Yun, mengamati meskipun lulusan dari sekolah-sekolah elite dan jurusan automasi ataupun AI banyak dicari, namun para sarjana masih kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka akibat meningkatnya persaingan di bursa kerja.
“Industri yang secara tradisional menjadi penyerap utama lulusan perguruan tinggi, seperti startup internet dan pendidikan, juga mengalami penyusutan dalam beberapa tahun terakhir. Jadi, ada alasan struktural yang mendalam di baliknya,” katanya.
Memburuknya pasar kerja di China telah memunculkan istilah “anak dengan ekor busuk” di China sebagai gambaran sarjana muda yang terpaksa bekerja dengan gaji rendah dan bergantung pada orang tua, lantaran tidak mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan mereka. Istilah ini diambil dari “gedung ekor busuk”, proyek perumahan yang mangkrak dan menjadi beban ekonomi China sejak 2021.
Eli Friedman, profesor Global Labor and Work di Cornell University, menyoroti adanya pergeseran budaya yang memengaruhi sikap generasi muda terhadap pekerjaan.
Ancam Kepastian Ekonomi
Berbeda dengan generasi orangtua mereka, sarjana muda saat ini lebih enggan menerima pekerjaan berkualitas rendah atau tidak stabil, bahkan di tengah tekanan ekonomi. Bahkan, mereka juga enggan memulai usaha kecil untuk bisa mengembangkan bisnis.
“Saat ini jika Anda berusia 22 atau 23 tahun dan baru lulus universitas di China, saya rasa Anda tidak akan mau berjualan barang-barang kecil di jalanan, lalu menabung dan menggunakannya untuk memulai bisnis kecil-kecilan. Secara budaya, saya rasa itu bukan lagi jalan yang dipilih kebanyakan orang,” kata Friedman.
Pergeseran sikap ini telah melahirkan istilah “merunduk” atau tangping dalam bahasa Mandarin, ketika kaum muda memilih mundur dari persaingan kerja yang hiperkompetitif. Beberapa anak muda enggan “menerima pekerjaan apa pun yang tersedia” karena semakin kecewa dengan model tradisional pengembangan karir, menurut Friedman.
Zhou dari University of Michigan menyoroti dampak psikologis mendalam akibat pengangguran berkepanjangan, terutama di kalangan lulusan yang sebelumnya dijanjikan masa depan yang stabil.
“Ketidakmampuan mendapatkan pekerjaan tidak hanya menciptakan ketidakpastian ekonomi, tetapi juga menghilangkan martabat dan tujuan hidup. Bagi para lulusan, hal ini meruntuhkan narasi yang selama ini mereka yakini – bahwa pendidikan akan memberikan kehidupan yang lebih baik,” ujarnya.
Tahun ini jumlah lulusan universitas di China akan mencapai rekornya, 12,22 juta orang, naik dari 9 juta orang pada 2021. Pemerintah China telah mengakui solusi untuk mengatasi tantangan lapangan pekerjaan di negara itu sangat mendesak.
“Ketidakcocokan antara pasokan dan permintaan sumber daya manusia semakin mencolok,” kata Menteri Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial China, Wang Xiaoping, dalam konferensi pers pada 9 Maret lalu di sela-sela pertemuan tahunan Lianghui atau Dua Sesi.
Laporan Kerja Pemerintah China 2025 merinci rencana untuk mengatasi pengangguran kaum muda, dengan menekankan perluasan peluang kerja, bantuan keuangan yang lebih terarah, dan dukungan baru bagi kewirausahaan.
Langkah-langkah spesifik yang diusulkan meliputi pengembalian premi asuransi pengangguran, pemotongan pajak dan biaya, subsidi pekerjaan, serta dukungan langsung bagi industri padat karya.
China telah menetapkan target untuk menciptakan lebih dari 12 juta pekerjaan baru di daerah perkotaan tahun ini, sebagaimana dirinci dalam Laporan Kerja Pemerintah pada Dua Sesi.
Meskipun jumlah lulusan yang memasuki pasar kerja tahun ini mencapai rekor tertinggi, China masih menghadapi kekurangan tenaga kerja terampil, terutama di sektor manufaktur.
Menurut laporan China Daily pada Juli lalu, yang mengutip panduan pengembangan tenaga kerja manufaktur dari Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi serta departemen terkait, China diperkirakan akan mengalami kekurangan sekitar 30 juta pekerja terampil di 10 sektor manufaktur utama pada tahun 2025.
Di dunia, urusan toilet dan cebok seakan terpisah menjadi dua bagian, yakni tim cebok pakai air dan tim cebok pakai tisu. Biasanya, mayoritas yang memakai air berasal dari dunia Timur. Sementara pemakai tisu adalah masyarakat Barat.
Kebiasaan membersihkan kotoran usai buang air besar sebenarnya sudah terjadi sejak lama. Setiap wilayah memiliki budaya berbeda, tetapi saat itu tentu tidak menggunakan tisu.
Biasanya, mereka membersihkan kotoran sesuai adat istiadat dan kondisi iklim. Bisa dengan air, dedaunan, rumput, batu, atau hanya tangan saja.
Seperti yang terjadi di Romawi pada abad ke-6 SM. Penduduknya menggunakan batu untuk cebok. Atau masyarakat Timur Tengah yang menggunakan air untuk membersihkan kotoran karena sesuai ajaran agama.
Dalam riset “Toilet hygiene in the classical era” (2012), penggunaan tisu sebagai pembersih kotoran justru terdeteksi pertama kali di China, bukan dunia Barat. Kala itu, penduduk China berhasil menciptakan tisu sebagai pengembangan lebih lanjut dari kertas, yang juga pertama kali ditemukan di Negeri Tirai Bambu.
Jejak tisu toilet pertama kali muncul di Barat pada abad ke-16. Sastrawan Prancis, Francois Rabelais, adalah orang pertama yang menyebut soal tisu toilet. Itupun, katanya, tidak efektif digunakan buat cebok.
Lantas, jika disebut tidak efektif, kenapa tisu toilet terus digunakan oleh masyarakat Barat atau penduduk di iklim non-tropis?
Menurut situs Buzz Feed, penyebabnya adalah faktor cuaca. Cuaca dingin tentu saja membuat masyarakat di sana malas bersentuhan dengan air.
Entah itu urusan mandi atau cebok. Sementara masyarakat tropis, tentu tidak keberatan kalau bersentuhan dengan air. Malah, jika tidak terkena air, seseorang merasa akan kegerahan.
Atas dasar inilah, terjadi perbedaan penggunaan media cebok antara dua masyarakat itu. Masyarakat Barat atau secara umum masyarakat beriklim dingin menggunakan tisu.
Sementara itu sisanya menggunakan air. Plus penggunaan air untuk cebok sejalan juga dengan ajaran keagamaan, baik itu di Islam atau Hindu.
Sebagaimana dilaporkan CNN International, kepopuleran tisu sebagai alat cebok oleh masyarakat non-tropis sejalan dengan kemunculan masif pabrik tisu, terlebih usai muncul inovasi baru, yakni tisu gulung pada 1890.
Meski begitu, selain oleh faktor iklim, ternyata ada alasan lain yang memengaruhi, yakni pola konsumsi. Orang bule yang biasa mengonsumsi makanan rendah serat menghasilkan kotoran yang lebih sedikit dan rendah air, sehingga mereka membersihkannya hanya dengan tisu.
Sementara orang Asia, Afrika, dan sebagian Eropa kebalikannya. Mereka sering menyantap makanan tinggi serat yang menghasilkan lebih banyak kotoran dan air. Alhasil, metode air pun jadi jalan terbaik membersihkan kotoran.
Terlepas dari perbedaan tim cebok pakai air atau tisu, riset ilmiah telah membuktikan bahwa cebok menggunakan air lebih bersih. Kotoran yang mengandung bakteri dan kuman bisa seluruhnya hilang.
Kendati demikian, cebok pakai tisu sulit dilepaskan karena sudah terlanjur terikat kebudayaan dan mengakar lintas generasi. Jadi, itulah alasan kenapa orang bule atau secara umum masyarakat beriklim dingin terbiasa cebok hanya pakai tisu.
Sementara itu, hingga Kuartal I 2025, kredit Bank Mandiri untuk industri pelayaran tumbuh 23,5% secara tahunan (yoy) menjadi Rp39,3 triliun. Pembiayaan ke industri galangan kapal naik 12,3% yoy menjadi Rp6,4 triliun.
SEVP Commercial Banking Group Bank Mandiri Frans Gunawan L. Tobing menjelaskan dari segi layanan, Bank Mandiri tak hanya menyasar pembiayaan, tetapi juga membangun ekosistem bisnis maritim secara terintegrasi dari sisi hulu hingga hilir.
“Kami berkomitmen menyediakan solusi keuangan yang berkelanjutan dan relevan agar industri pelayaran Indonesia mampu menjadi pemain utama, baik di tingkat domestik maupun regional,” jelasnya dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (1/6/2025).
Frans melanjutkan bahwa untuk mendukung efisiensi operasional dan pengelolaan keuangan perusahaan, Bank Mandiri menghadirkan Kopra by Mandiri sebagai Wholesale Digital Super Platform yang menjawab berbagai kebutuhan transaksi korporasi secara real-time.
Hasilnya, Kopra by Mandiri mencatatkan pertumbuhan nilai transaksi sebesar Rp6.000 triliun hingga Kuartal I 2025, atau tumbuh 16,5% secara tahunan. Platform ini menghadirkan fitur komprehensif seperti cash management, trade finance, supply chain management, dan konektivitas sistem keuangan melalui API. Kehadiran Kopra memperkuat peran Bank Mandiri dalam mendampingi pelaku usaha maritim menghadapi tantangan transformasi digital.
“Bank Mandiri berkomitmen menjadi mitra strategis bagi pelaku industri maritim dengan menghadirkan layanan keuangan yang komprehensif. Kami memahami kebutuhan industri secara utuh, mulai dari akses pembiayaan hingga dukungan operasional melalui solusi digital yang terintegrasi,” ujar Frans.
Prospek industri pelayaran nasional pun terus menunjukkan arah pertumbuhan positif. Sejumlah indikator mendukung hal ini, antara lain peningkatan arus barang domestik yang diproyeksikan mencapai 379 juta ton pada 2024, naik dari 351 juta ton pada 2023.
Selain itu, peningkatan produksi komoditas unggulan seperti batubara, nikel, dan CPO menjadi faktor utama yang memperkuat aktivitas pelayaran nasional.
Bank Mandiri juga mencermati potensi strategis dari program peremajaan armada kapal nasional. Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, masih terdapat sekitar 1.600 unit kapal berusia di atas 25 tahun yang berpotensi diremajakan. Peluang ini menjadi ruang baru bagi Bank Mandiri untuk terus memperkuat dukungan pembiayaan dan layanan solutif bagi pelaku industri galangan kapal di seluruh Indonesia.
Kemudian, sebagai bagian dari komitmen terhadap prinsip keberlanjutan, Bank Mandiri juga menerapkan kebijakan pembiayaan yang mendorong nasabah di sektor maritim untuk menjalankan praktik bisnis yang bertanggung jawab secara lingkungan. Salah satunya melalui kepemilikan sertifikasi seperti ISO 14001, ISO 45001, atau dokumen sejenis yang diakui oleh Bank, serta pelaksanaan inisiatif efisiensi energi dan pengurangan emisi dalam operasional perusahaan.
“Dengan sinergi pembiayaan, dukungan digital, dan pemahaman mendalam terhadap value chain maritim, Bank Mandiri memastikan kehadirannya sebagai mitra finansial terpercaya bagi penguatan industri maritim nasional yang berkelanjutan,” pungkas Frans.
Bahkan, tak jarang orang yang belum pergi haji juga dipanggil dengan sebutan serupa.
Ternyata, sapaan atau julukan seperti ini bukanlah sesuai syariat Islam, atau aturan dari Kerajaan Arab Saudi. Artinya, panggilan ini hanya ada di Indonesia, dan biang kerok dari kebiasaan ini adalah pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Jadi, dua abad lalu, pergi haji bukan hanya sebatas dilihat dari sudut pandang bisnis, ibadah atau spiritual. Namun, juga dari sudut pandang politik.
Alasannya, karena para jamaah haji asal Indonesia kerap “berulah” usai pulang dari Makkah. Dalam pandangan kompeni, para jamaah kerap belajar hal-hal baru ketika di Tanah Suci.
Jadi, ketika pulang kampung mereka menyebarkan ajaran baru itu yang dapat memantik rakyat di akar rumput untuk berontak kepada pemerintah Hindia Belanda. Aqib Suminto dalam Politik Islam Hindia Belanda (1986) menyebut, pikiran seperti ini pertama muncul di era Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, pada 1810-an.
Kala itu, pencetus Jalan Raya Anyer-Panarukan itu berpikir kalau penduduk pribumi yang pulang Haji kerap menghasut rakyat untuk berontak ketika berpergian. Alhasil, Daendels meminta para jamaah itu untuk mengurus paspor haji sebagai penanda.
Pemikiran seperti ini juga dimunculkan saat Indonesia dijajah Inggris lewat Gubernur Jenderal Thomas Stanford Raffles. Dalam catatannya berjudul History of Java (1817), Raffles bahkan terang-terangan “menyerang” orang pergi haji.
Katanya, orang Jawa yang pergi haji itu sok suci. Karena dengan kesuciannya itu mereka bisa menghasut rakyat dan menjadi ujung tombak perlawanan di kalangan kelompok masyarakat.
Meski begitu, tulis Dien Madjid dalam Berhaji di Masa Kolonial (2008), kebijakan politis haji baru diterapkan secara menyeluruh pada 1859 lewat aturan khusus. Aturan ini mengatur secara jelas mekanisme penerimaan orang yang baru saja pulang haji.
Lewat mekanisme ini, mereka bakal melalui serangkaian ujian. Apabila lolos ujian, maka mereka diharuskan menyantumkan gelar haji dalam sapaan atau nama. Sekaligus juga diwajibkan mengenakan pakaian khas orang haji, yakni jubah ihram dan sorban putih.
Latar belakang aturan ini sebenarnya berangkat dari ketakutan dan sikap traumatis pemerintah Hindia Belanda. Sebab, di abad ke-19, banyak pemberontakan bermula dari mereka yang pulang haji. Salah satu yang terbesar adalah Perang Jawa, dari 1825 hingga 1830.
Jadi, tak heran kalau pemerintah memandang itu semua dengan penuh kewaspadaan. Lewat pencantuman gelar haji, mereka mudah untuk mengawasinya.
Apabila ada pemberontakan, maka pemerintah akan langsung menangkap orang bergelar haji di suatu daerah. Ini tentu lebih efektif dan efisien dibanding harus mencari dalang dari suatu pemberontakan.
Sebab, dalam pikir kompeni, pemberontakan sudah pasti dipelopori jamaah haji.
Dari sinilah, asal-usul penyebutan gelar haji di Indonesia. Sejak aturan tersebut, pemerintah kolonial sama sekali tidak mengendurkan pengetatan itu. Di abad ke-20, ketika ajaran Islam tersiar dari Makkah ke Indonesia, mereka tetap mengawasi ketat eks-jamaah haji.
Sayangnya, arus dekolonisasi di Indonesia pasca-kemerdekaan tidak melunturkan panggilan politis tersebut. Alhasil, panggilan itu tetap terwariskan lintas generasi.
Berdasarkan siaran pers BNPB dikutip Jumat (30/5/2025), dari 10 korban meninggal dunia, 2 di antaranya masih dalam proses indentifikasi. Selain itu, terdapat 6 orang mengalami luka dan langsung mendapatkan penanganan medis di RS Sumber Hurip dan Puskesmas terdekat.
Kaji cepat sementara juga mencatat terdapat 3 unit alat berat ekskavator dan 6 unit mobil truk tertimbun longsor. Pantauan visual dilapangan, kondisi cuaca terpantau cerah dan proses evakuasi masih terus dilakukan.
BPBD dan unsur terkait masih melakukan operasi pencarian dan pertolongan. Personel gabungan dari TNI, Polri dan Basarnas serta dukungan warga setempat membantu dalam operasi darurat tersebut. Operasi pencarian hari ini dihentikan pukul 17.00 WIB dan akan dilanjutkan esok hari.
BNPB mengimbau personel gabungan dan warga untuk berhati-hati dalam melakukan operasi di lapangan, khususnya teehadap potensi longsor susulan. Diharapkan dalam operasi pencarian ini tetap mengutamakan keselamatan dan memperhatikan kondisi alam sekitar.
“Apabila terjadi hujan dalam durasi lebih dari satu jam, maka disarankan untuk melakukan evakuasi mandiri ke tempat yang lebih aman untuk sementara waktu,” imbau BNPB.
Sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri Nomor 1017 Tahun 2024, Nomor 2 Tahun 2024, dan Nomor 2 Tahun 2024, Hari Kenaikan Yesus Kristus tahun ini ditetapkan pada Kamis, 29 Mei 2025. Pemerintah juga menetapkan cuti bersama pada Jumat, 30 Mei 2025, sehingga masyarakat dapat menikmati libur panjang selama empat hari berturut-turut.
Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi menjelaskan periode libur panjang merupakan periode dengan lonjakan aktivitas ekonomi, baik untuk belanja berbagai kebutuhan, perjalanan, hingga hiburan. BRImo dipastikan sebagai solusi transaksi digital yang cepat, aman, dan efisien.
“BRImo memungkinkan nasabah melakukan berbagai transaksi dengan mudah selama liburan, mulai dari belanja, pembayaran tagihan, pengisian pulsa, hingga perencanaan perjalanan kapan saja dan di mana saja,” ujar Hendy dalam keterangan tertulis dikutip Kamis (29/5/2025).
Sebagai platform digital andalan dari BRI, aplikasi ini menghadirkan lebih dari 100 fitur yang dirancang untuk menunjang berbagai kebutuhan transaksi nasabah dalam satu genggaman. Mulai dari top upe-wallet untuk pembayaran digital, isi ulang saldo BRIZZI untuk transaksi contactless di tol dan transportasi umum, hingga layanan BRI Virtual Account (BRIVA) yang memudahkan pembayaran tagihan listrik, air, dan internet secara instan.
Tak hanya itu, melalui fitur “Lifestyle”, nasabah dapat dengan mudah melakukan isi ulang pulsa, membeli voucher game, hingga membayar layanan streaming. Untuk kebutuhan harian, tersedia menu belanja praktis yang memungkinkan transaksi dilakukan dari mana pun. Bahkan, fitur ini juga mendukung pembelian tiket perjalanan mulai dari pesawat, kereta api, bus, kapal, hingga Whoosh, guna menunjang mobilitas nasabah dengan lebih nyaman.
Pengalaman bertransaksi semakin lengkap dengan hadirnya layanan QRIS yang terus dioptimalkan. Tiga jenis layanan yang ditawarkan adalah QRIS Transfer yang memungkinkan pengiriman dana ke bank maupun nonbank cukup dengan scan QR Code. Lalu ada QRIS Bayar untuk pembayaran di merchant. Tidak ketinggalan QRIS Tampil yang memudahkan nasabah menunjukkan QR Code miliknya kepada merchant, tanpa perlu memindai.
Melalui berbagai fitur unggulan ini, BRI memperkuat perannya dalam mendukung gaya hidup digital masyarakat sekaligus memperluas inklusi keuangan secara menyeluruh. Seiring peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap BRImo, aplikasi ini pun mencatat pertumbuhan jumlah pengguna dan volume transaksi di hingga akhir Triwulan I-2025 mencapai 40,28 juta pengguna atau tumbuh 26,26% dari periode yang sama tahun lalu (year-on-year/yoy).
Sementara itu, volume transaksi di super apps BRImo telah mencapai sebesar Rp1.599 triliun atau meningkat 27,79%yoy. Volume transaksi tersebut berasal dari 1,2 miliar transaksi finansial atau tumbuh 26,06% yoy.
“BRI berkomitmen untuk terus menghadirkan solusi finansial yang inovatif dan relevan bagi masyarakat. Dengansuper apps BRImo, nasabah bisa menikmati transaksi yang lebih praktis, cepat, dan aman, kapan saja dan di mana saja,” pungkas Hendy.